Pernahkah kamu merasa penghasilan selalu habis sebelum tanggal gajian tiba? Atau justru sering bertengkar dengan pasangan gara-gara urusan uang? Kamu tidak sendirian.
Indeks literasi keuangan Indonesia mencapai 65,43% pada tahun 2024, menunjukkan pemahaman masyarakat tentang pengelolaan finansial terus meningkat.
Namun di sisi lain, kelas menengah Indonesia mengalami penurunan signifikan dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi 47,85 juta orang pada 2024.
Data ini mengungkapkan bahwa masalah keuangan dalam keluarga masih menjadi tantangan nyata bagi banyak rumah tangga Indonesia. Masalah keuangan keluarga bukan hanya soal angka di rekening tabungan. Ini tentang bagaimana sebuah keluarga bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, merencanakan masa depan, hingga menjaga keharmonisan rumah tangga.
Ketika aspek finansial terganggu, dampaknya bisa menyebar ke berbagai area kehidupan, dari kesehatan mental hingga hubungan dengan pasangan.
Artikel ini akan membahas masalah keuangan paling sering terjadi beserta memberikan solusi praktis cara mengatasi masalah keuangan dalam keluarga. Mari kita pelajari bersama agar kondisi finansial keluarga bisa lebih stabil, terencana, ataupun tetap harmonis.
Masalah Keuangan & Cara Mengatasinya
1. Tidak Memiliki Anggaran Keuangan yang Jelas
Salah satu masalah keuangan paling mendasar adalah ketiadaan perencanaan anggaran terstruktur. Banyak keluarga menjalani hari demi hari tanpa tahu persis berapa pemasukan, pengeluaran, ataupun kemana uang mereka mengalir setiap bulannya.
Tanpa anggaran jelas, kamu akan kesulitan mengidentifikasi pos pengeluaran mana perlu dikurangi atau mana harus diprioritaskan. Akibatnya, uang habis tanpa jejak sementara kebutuhan penting malah terabaikan.
Solusi: Buat Anggaran Bulanan yang Realistis
Mulailah dengan mencatat seluruh pemasukan keluarga, baik dari gaji tetap, bonus, maupun penghasilan tambahan.
Kemudian, buat daftar pengeluaran dengan membaginya berdasarkan prioritas: kebutuhan pokok (makan, transportasi, listrik), cicilan atau kewajiban, dana darurat, tabungan masa depan, hingga dana hiburan.
Pastikan setiap rupiah memiliki tujuan jelas. Gunakan prinsip 50% untuk kebutuhan pokok, 30% untuk gaya hidup, ataupun 20% untuk tabungan atau investasi. Dengan struktur anggaran terukur, kamu bisa mengendalikan arus kas keluarga dengan lebih baik.
2. Pengeluaran Lebih Besar dari Pemasukan
Masalah keuangan ini kerap terjadi tanpa disadari. Gaya hidup konsumtif, kebiasaan belanja impulsif, atau tekanan sosial untuk tampil “mengikuti zaman” membuat pengeluaran membengkak melebihi kemampuan finansial keluarga.
Gaya hidup masyarakat cenderung konsumtif serta tidak sabar dalam berkonsumsi cenderung meningkatkan utang pinjaman online.
Ketika pengeluaran terus melebihi pemasukan, solusi darurat seringkali adalah berhutang, justru memperburuk kondisi keuangan jangka panjang.
Solusi: Evaluasi Pola Konsumsi
Lakukan audit terhadap semua pengeluaran selama sebulan terakhir. Setelah itu, pisahkan antara kebutuhan (needs) dengan keinginan (wants).
Langkah berikutnya adalah mengurangi atau menghilangkan pengeluaran tidak esensial seperti langganan aplikasi jarang dipakai, jajan berlebihan, atau belanja barang tidak mendesak.
Kamu juga bisa menerapkan aturan 24 jam sebelum membeli barang non-esensial: tunggu satu hari penuh sebelum memutuskan pembelian. Cara ini membantu menghindari pembelian impulsif sebagai sumber pemborosan.
Salah satu cara praktis melacak pengeluaran adalah menggunakan Mayapada Skorcard dengan fitur pencatatan transaksi otomatis memudahkan kamu memantau kemana uang mengalir. Dengan sistem Skorpoint, setiap transaksi bahkan memberikan keuntungan tambahan bisa dikonversi menjadi KrisFlyer Miles.
3. Tidak Transparan Soal Keuangan dengan Pasangan
Banyak pasangan enggan membicarakan kondisi finansial secara terbuka. Ada menyembunyikan penghasilan sebenarnya, merahasiakan utang, atau bahkan memiliki tabungan tersembunyi.
Ketidaktransparanan ini menciptakan jurang komunikasi bisa berujung pada konflik rumah tangga. Masalah keuangan keluarga akan semakin kompleks ketika masing-masing pihak membuat keputusan finansial sendiri tanpa koordinasi.
Hasilnya, alokasi dana menjadi tidak efisien sementara banyak kebutuhan prioritas terlewat.
Solusi: Bangun Komunikasi Keuangan yang Terbuka
Jadwalkan waktu khusus setiap bulan untuk mendiskusikan kondisi keuangan bersama pasangan. Sampaikan secara jujur berapa penghasilan, berapa pengeluaran, ataupun apa tujuan finansial ingin dicapai bersama.
Buat kesepakatan tentang bagaimana uang akan dikelola: apakah digabung sepenuhnya, sebagian, atau tetap terpisah dengan kontribusi proporsional untuk kebutuhan bersama.
Terpenting adalah kedua belah pihak memahami kondisi finansial keluarga secara utuh sehingga bisa membuat keputusan tepat.
Baca juga: Tips & Cara Mempersiapkan Dana Darurat Ideal
4. Tidak Memiliki Dana Darurat
Kehidupan penuh dengan ketidakpastian. Kehilangan pekerjaan, biaya medis mendadak, atau kerusakan kendaraan bisa terjadi kapan saja.
Tanpa dana darurat, keluarga akan terpaksa mengambil solusi darurat seperti berhutang atau menguras tabungan jangka panjang. Certified Financial Planner menyebutkan bahwa masalah keuangan keluarga Indonesia umumnya terjadi karena kurangnya literasi finansial, tidak dapat memperkirakan pengeluaran, hingga tidak memiliki dana darurat atau asuransi.
Solusi: Sisihkan Penghasilan untuk Dana Darurat
Mulai membangun dana darurat dengan menyisihkan minimal 10% dari penghasilan bulanan. Target ideal dana darurat adalah 3-6 kali pengeluaran bulanan keluarga.
Simpan dana ini di instrumen mudah dicairkan seperti tabungan atau deposito jangka pendek. Pisahkan rekening dana darurat dari rekening operasional sehari-hari agar tidak tergoda menggunakannya untuk keperluan non-darurat.
Dana darurat adalah benteng pertahanan pertama ketika menghadapi guncangan finansial mendadak.

5. Terjerat Utang Konsumtif
Kemudahan akses kredit membuat banyak keluarga terjebak dalam lingkaran utang konsumtif. Mulai dari cicilan gadget terbaru, furniture rumah, hingga liburan dibiayai dengan pinjaman.
Utang masyarakat ke Pinjaman Online legal pada Mei 2024 mencapai 64,56 triliun rupiah atau melonjak 25,44 persen.
Utang untuk barang konsumtif tidak memberikan nilai tambah pada aset keluarga. Sebaliknya, bunga harus dibayar justru menggerus kemampuan finansial ataupun mengurangi kualitas hidup jangka panjang.
Solusi: Hindari Utang untuk Kebutuhan Konsumtif
Terapkan prinsip: jika tidak mampu beli tunai, tunda pembelian. Utang hanya boleh diambil untuk kebutuhan produktif bisa meningkatkan aset atau pendapatan, seperti modal usaha atau investasi properti dengan perhitungan matang.
Jika sudah terlanjur memiliki utang, buat rencana pelunasan dengan memprioritaskan utang berbunga tertinggi terlebih dahulu (metode avalanche) atau utang bersaldo terkecil (metode snowball) untuk memberikan motivasi psikologis.
Pastikan rasio utang tidak melebihi 30% dari penghasilan bulanan. Cara praktis mengelola pengeluaran adalah memanfaatkan Mayapada Skorcard melalui fitur tracking otomatis.
Dengan limit kredit hingga Rp50 juta, kamu bisa menggunakan kartu kredit secara bertanggung jawab untuk kebutuhan terencana sambil mengumpulkan Skorpoint bisa ditukar dengan KrisFlyer Miles.
Baca juga: Tips & Cara Menggunakan Kartu Kredit secara Bijak
6. Gaya Hidup Tidak Sesuai Kemampuan Finansial
Tekanan sosial untuk memiliki barang bermerek, mengikuti tren terbaru, atau mengunggah foto liburan mewah di media sosial membuat banyak keluarga memaksakan gaya hidup di atas kemampuan mereka.
Fenomena ini dikenal sebagai “duck syndrome”, terlihat tenang di permukaan namun sesungguhnya berjuang keras di bawahnya. Kelas menengah di Indonesia sering kali hidup dengan gaya hidup tampak naik kelas, namun secara keuangan masih sangat terbatas. Banyak terjebak kredit konsumtif, tidak memiliki tabungan darurat, apalagi investasi.
Solusi: Sesuaikan Gaya Hidup dengan Realitas Finansial
Lakukan penilaian jujur terhadap kemampuan finansial keluarga. Berhenti membandingkan diri dengan orang lain di media sosial karena apa terlihat di luar belum tentu mencerminkan kondisi sebenarnya.
Fokus pada membangun fondasi keuangan kuat: miliki dana darurat, bebas utang konsumtif, ataupun memiliki rencana investasi jangka panjang. Kebahagiaan sejati datang dari stabilitas finansial, bukan dari validasi sosial.
Cari kesenangan dari hal-hal sederhana tidak menguras kantong. Liburan tidak harus ke luar negeri, berkumpul bersama keluarga di taman kota atau memasak bersama di rumah juga bisa memberikan kebahagiaan bermakna.

7. Kurangnya Perencanaan Keuangan Jangka Panjang
Banyak keluarga hanya fokus pada kebutuhan hari ini tanpa memikirkan masa depan. Padahal, ada berbagai tujuan finansial jangka panjang perlu dipersiapkan: dana pendidikan anak, dana pensiun, atau rencana membeli rumah.
Tanpa perencanaan matang, tujuan-tujuan tersebut akan terus tertunda. Akibatnya, ketika waktunya tiba, keluarga tidak memiliki cukup dana sehingga terpaksa berhutang atau mengorbankan tujuan lain tidak kalah penting.
Solusi: Buat Roadmap Keuangan Keluarga
Duduk bersama pasangan untuk merumuskan tujuan finansial keluarga: jangka pendek (1 tahun), menengah (1-5 tahun), ataupun jangka panjang (lebih dari 5 tahun).
Hitung berapa dana dibutuhkan untuk setiap tujuan ataupun berapa harus disisihkan setiap bulan. Manfaatkan instrumen keuangan sesuai untuk setiap tujuan.
Untuk tujuan jangka pendek, gunakan tabungan atau deposito. Untuk jangka menengah, pertimbangkan reksa dana. Untuk jangka panjang seperti pensiun, kombinasikan investasi saham dengan asuransi.
Aplikasi Skorlife dapat membantu kamu memantau kesehatan finansial secara menyeluruh. Dengan fitur pengecekan skor kredit gratis ataupun monitoring SLIK OJK, kamu bisa memastikan reputasi finansial tetap baik sehingga akses ke produk keuangan untuk mendukung rencana jangka panjang tetap terbuka.
Langkah Praktis Mengatasi Masalah Keuangan Keluarga
Setelah memahami berbagai masalah keuangan umum terjadi beserta solusinya, saatnya mengambil tindakan konkret. Berikut langkah-langkah praktis bisa langsung kamu terapkan:
Mulai dari yang Sederhana
Tidak perlu langsung melakukan perubahan drastis. Mulailah dengan satu kebiasaan kecil seperti mencatat pengeluaran harian atau mengurangi satu pos pemborosan. Perubahan kecil konsisten akan memberikan dampak besar dalam jangka panjang.
Libatkan Seluruh Anggota Keluarga
Pengelolaan keuangan bukan hanya tanggung jawab satu orang. Ajak pasangan ataupun anak-anak (sesuai usia) untuk memahami kondisi keuangan keluarga. Ajarkan nilai uang sejak dini agar generasi berikutnya memiliki literasi finansial lebih baik.
Evaluasi Berkala
Lakukan evaluasi keuangan setiap akhir bulan. Bandingkan anggaran dengan realisasi pengeluaran. Identifikasi area perlu perbaikan ataupun rayakan pencapaian kecil untuk menjaga motivasi.
Manfaatkan Teknologi
Gunakan aplikasi pencatat keuangan untuk memudahkan monitoring. Mayapada Skorcard memberikan kemudahan tracking pengeluaran otomatis plus keuntungan berupa Skorpoint bisa ditukar dengan rewards menarik. Dengan fitur gamifikasi berupa misi-misi khusus, mengelola keuangan menjadi lebih menyenangkan sekaligus menguntungkan.
Kesimpulan
Masalah keuangan dalam keluarga memang kompleks, namun bukan berarti tidak bisa diatasi. Dengan pemahaman tepat tentang cara mengatasi masalah keuangan keluarga ataupun komitmen untuk menerapkan solusi secara konsisten, kondisi finansial keluarga bisa diperbaiki secara bertahap.
Ingat, perjalanan menuju kebebasan finansial adalah marathon, bukan sprint. Tidak ada terlambat untuk memulai. Hari ini adalah waktu terbaik untuk mengambil kendali atas keuangan keluarga. Mulailah dengan satu langkah kecil, lalu terus maju.
Kamu pasti bisa menciptakan kondisi keuangan lebih sehat, terencana, ataupun membawa keluarga menuju kehidupan lebih sejahtera. Selalu ada solusi untuk setiap tantangan finansial, dibutuhkan adalah kemauan untuk belajar, berubah, ataupun mengambil tindakan nyata.
FAQ tentang Masalah Keuangan Keluarga
Apa penyebab utama masalah keuangan dalam keluarga?
Penyebab utama masalah keuangan keluarga adalah kurangnya perencanaan anggaran, pengeluaran melebihi pemasukan, ataupun tidak adanya dana darurat. Faktor lain turut berkontribusi termasuk gaya hidup konsumtif, utang tidak terkendali, ataupun kurangnya komunikasi keuangan antara pasangan.
Bagaimana cara mengatasi masalah keuangan keluarga yang sudah terlanjur parah?
Mulailah dengan mengidentifikasi akar masalah melalui audit keuangan menyeluruh. Buat anggaran ketat dengan memprioritaskan kebutuhan pokok ataupun pelunasan utang. Cari sumber penghasilan tambahan jika memungkinkan. Terpenting adalah komunikasi terbuka dengan pasangan ataupun komitmen bersama untuk disiplin finansial hingga kondisi membaik.
Berapa idealnya dana darurat yang harus dimiliki keluarga?
Dana darurat ideal untuk keluarga adalah 6-12 kali pengeluaran bulanan, tergantung stabilitas pekerjaan. Jika berstatus karyawan tetap, minimal 6 kali pengeluaran bulanan sudah cukup. Namun jika berwirausaha atau penghasilan tidak tetap, sebaiknya siapkan dana darurat 9-12 kali pengeluaran bulanan untuk mengantisipasi fluktuasi pendapatan.
Bagaimana cara mengelola keuangan keluarga jika penghasilan pas-pasan?
Fokus pada efisiensi pengeluaran dengan menerapkan prinsip prioritas ketat: kebutuhan pokok dulu, baru keinginan. Cari cara menambah penghasilan melalui pekerjaan sampingan atau mengoptimalkan keterampilan dimiliki. Hindari utang konsumtif ataupun manfaatkan program subsidi atau bantuan pemerintah tersedia.
Apakah menggunakan kartu kredit bisa membantu mengatasi masalah keuangan keluarga?
Kartu kredit adalah alat, bukan solusi. Jika digunakan dengan bijak untuk pengeluaran terencana ataupun dibayar penuh setiap bulan, kartu kredit bisa membantu cashflow management. Mayapada Skorcard memberikan keuntungan tambahan berupa Skorpoint untuk setiap transaksi yang bisa ditukar rewards menarik.



Leave a Reply