Kesalahan keuangan anak muda paling umum

7 Kesalahan dalam Mengelola Keuangan yang Sering Dilakukan Anak Muda

Kesalahan Keuangan – Pernah merasa gaji selalu habis sebelum akhir bulan? Atau sering bertanya-tanya ke mana saja uang mengalir tanpa bekas?

Kamu tidak sendirian. Fenomena ini menjadi realitas bagi banyak anak muda Indonesia dalam proses belajar mengelola keuangan secara mandiri. Faktanya, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan bersama Badan Pusat Statistik tahun 2024, kelompok usia 15-17 tahun memiliki indeks literasi finansial terendah secara nasional, hanya 51,70 persen.

Bahkan kelompok usia 18-25 tahun pun masih berada di kategori menengah dengan 70,19 persen. Rendahnya literasi keuangan ini berdampak nyata pada perilaku finansial generasi muda. Data OJK Juli 2024 mencatat 37,17 persen kredit macet pada layanan pinjaman online berasal dari kelompok usia 19-34 tahun (Gen Z serta milenial).

Angka ini menjadi alarm bagi kita semua tentang pentingnya pengelolaan keuangan sejak dini. Namun, kabar baiknya, kesalahan dalam mengelola keuangan bukanlah akhir dari segalanya. Dengan memahami kesalahan umum yang sering terjadi, kamu bisa mengambil langkah konkret untuk memperbaiki kondisi finansial. Mari kita bahas tujuh kesalahan keuangan anak muda paling sering terjadi beserta solusi praktisnya.

Baca juga: 10 Strategi Keuangan Basic yang Wajib Kamu Kuasai

Kesalahan Mengelola Keuangan Umum Anak Muda

1. Tidak Memiliki Anggaran Keuangan Jelas

Kesalahan mengelola keuangan pertama paling mendasar adalah tidak membuat anggaran bulanan. Banyak anak muda menganggap anggaran hanya diperlukan oleh mereka dengan tanggungan keluarga besar. Padahal, anggaran adalah fondasi dari strategi finansial sehat.

Tanpa anggaran terstruktur, kamu tidak akan tahu kemana uang pergi setiap bulannya. Uang gaji terasa cepat habis, tapi saat dicek, tidak ada catatan jelas untuk pengeluaran apa saja. Kondisi ini membuat keuangan menjadi tidak terkontrol hingga pada akhirnya dana terpakai untuk hal-hal tidak perlu.

Solusi Praktis:

Mulailah dengan metode sederhana seperti 50:30:20. Alokasikan 50 persen untuk kebutuhan pokok, 30 persen untuk gaya hidup, 20 persen untuk tabungan serta investasi. Gunakan aplikasi pencatat keuangan untuk memudahkan monitoring pengeluaran harian.

Mayapada Skorcard menawarkan fitur budget tracking untuk mencatat setiap transaksi secara otomatis. Dengan fitur ini, kamu bisa memantau pola pengeluaran dengan lebih mudah tanpa harus mencatat manual.

2. Gaya Hidup Konsumtif dan FOMO

Media sosial menjadi katalis utama gaya hidup konsumtif di kalangan anak muda. Fenomena FOMO (Fear of Missing Out) membuat banyak orang rela menghabiskan uang demi mengikuti tren terbaru, mulai dari fashion, gadget, hingga kuliner kekinian.

Menurut Director NielsenIQ Indonesia, Inggit Primadevi, dalam Konferensi Pers Peluncuran OCBC Financial Fitness Index 2024, hidup di lingkungan konsumtif serta penuh gengsi menjadi salah satu dari lima kesalahan finansial utama anak muda. Kebiasaan ini sangat berbahaya karena membuat pengeluaran membengkak tanpa disadari.

Banyak anak muda lebih mementingkan penampilan luar ketimbang stabilitas keuangan pribadi. Keinginan untuk tampil “update” di mata teman-teman seringkali mengalahkan pertimbangan rasional tentang kemampuan finansial.

Solusi Praktis:

Terapkan prinsip “needs vs wants” sebelum membeli sesuatu. Tanyakan pada diri sendiri: apakah ini kebutuhan atau sekadar keinginan?

Tunggu 24-48 jam sebelum membeli barang non-esensial untuk menghindari pembelian impulsif. Ingatlah bahwa hidup sesuai kemampuan adalah bentuk kemandirian finansial sesungguhnya.

Kesalahan mengelola keuangan anak muda - Literasi Keuangan
Sumber gambar: Freepik

3. Rendahnya Literasi Keuangan

Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2024 mengungkap fakta mengejutkan: kelompok pelajar-mahasiswa memiliki indeks literasi keuangan komposit hanya 56,42 persen, termasuk terendah berdasarkan kategori pekerjaan. Kurangnya pemahaman tentang konsep dasar pengelolaan uang menjadi akar dari banyak kesalahan keuangan lainnya.

Tanpa literasi keuangan memadai, anak muda cenderung menggunakan uang tanpa perencanaan jelas. Mereka tidak memahami konsep seperti membuat anggaran, menabung secara efektif, cara kerja investasi, manajemen utang, hingga pentingnya asuransi.

Ketidakmampuan membaca situasi finansial dengan tepat berpengaruh pada keputusan mereka. Semakin rendah literasi keuangan, semakin besar risiko terjebak dalam masalah finansial seperti utang konsumtif maupun investasi bodong.

Solusi Praktis:

Investasikan waktu untuk belajar tentang strategi finansial melalui berbagai sumber gratis: kursus online, artikel, buku, webinar keuangan. Ikuti akun media sosial yang membahas literasi keuangan dengan cara mudah dipahami.

Aplikasi Skorlife dapat membantu kamu memantau skor kredit serta kondisi finansial secara menyeluruh, memberikan insight berharga tentang reputasi keuanganmu.

4. Tidak Menyiapkan Dana Darurat

Banyak anak muda menganggap dana darurat hanya diperlukan oleh mereka dengan tanggungan keluarga atau usia lanjut. Pemikiran ini menjadi hambatan besar bagi kelancaran finansial di masa depan. Padahal, mayoritas anak muda Indonesia masih belum memiliki dana darurat memadai untuk menghadapi situasi darurat finansial.

Dana darurat bertugas untuk meminimalisir pengeluaran apabila terjadi hal tak terduga, seperti kehilangan pekerjaan, kecelakaan, atau kerusakan barang. Tanpa dana cadangan, kamu akan terpaksa berutang atau meminjam uang saat menghadapi kondisi darurat.

Ini justru memperburuk kondisi finansial. Bunga pinjaman darurat biasanya sangat tinggi, membuat beban semakin berat.

Solusi Praktis:

Mulai menyisihkan dana darurat minimal setara dengan 3-6 bulan pengeluaran bulanan. Jika kamu masih lajang tanpa tanggungan, target 3 bulan mungkin cukup. Namun jika sudah memiliki tanggungan keluarga, targetkan 6-12 bulan pengeluaran.

Mulai dengan jumlah kecil namun konsisten, misalnya 10-15 persen dari penghasilan bulanan. Simpan dana ini di rekening terpisah agar tidak tercampur dengan dana konsumsi harian.

Baca juga: Utang Produktif vs Konsumtif: Kenali Perbedaannya!

5. Terjebak dalam Utang Konsumtif

Salah satu kesalahan keuangan anak muda paling berbahaya adalah kebiasaan berutang untuk memenuhi gaya hidup. Data OJK menunjukkan porsi kredit macet 90 hari untuk kelompok usia 19-34 tahun mencapai 37,17 persen pada Juli 2024, dengan kontribusi signifikan dari platform pinjaman online.

Kemudahan akses ke layanan paylater, pinjaman online, serta kartu kredit membuat anak muda tergoda untuk membeli barang di luar kemampuan finansial mereka. Banyak orang tidak menyadari bahwa bunga kartu kredit bisa mencapai 2-3 persen per bulan.

Jika hanya membayar minimum payment, utang bisa membengkak seperti bola salju. Dalam 12 bulan, utang Rp5 juta bisa menjadi Rp7 juta lebih hanya karena bunga serta denda keterlambatan.

Solusi Praktis:

Hindari berutang untuk memenuhi keinginan konsumtif. Gunakan kartu kredit hanya untuk transaksi sudah direncanakan dalam anggaran, bukan sebagai sumber uang tambahan.

Jika sudah terlanjur berutang, prioritaskan untuk melunasinya secepat mungkin. Bayar lebih dari minimum payment agar utang tidak terus bertambah karena bunga.

Mayapada Skorcard dapat membantumu mengelola pengeluaran kartu kredit dengan sistematis sambil mendapatkan benefit berupa Skorpoint. Points tersebut bisa dikonversi menjadi KrisFlyer Miles untuk keperluan traveling.

Kesalahan keuangan anak muda paling umum

6. Tidak Membedakan Kebutuhan dan Keinginan

Kesalahan dalam mengelola keuangan kerap terjadi adalah sulitnya membedakan antara kebutuhan dengan keinginan. Akibatnya, anak muda lebih banyak membelanjakan uang untuk hal-hal tidak penting daripada menabung atau berinvestasi.

Keinginan seperti membeli gadget terbaru, pakaian bermerek, atau makan di restoran mahal dapat menguras keuangan jika tidak dikontrol. Generasi muda seringkali salah dalam menentukan prioritas keuangan. Mereka cenderung menempatkan hiburan serta kesenangan pribadi di atas kebutuhan mendasar.

Misalnya, memilih membeli smartphone baru meski kondisi finansial belum stabil, atau menghabiskan uang untuk traveling meski belum memiliki tabungan darurat.

Solusi Praktis:

Buat skala prioritas dalam pengeluaran dengan menempatkan kebutuhan pokok di urutan teratas. Sebelum membeli sesuatu, tanyakan: “Apakah saya benar-benar membutuhkan ini, atau hanya menginginkannya?”

Terapkan metode 30 hari untuk pembelian besar: jika setelah 30 hari masih merasa membutuhkannya, baru lakukan pembelian. Dengan cara ini, kamu bisa menghindari pembelian impulsif yang menyerap dana secara tidak perlu.

Baca juga: Smart Spending: Belanja Boleh, Asal Pakai Strategi Ini

7. Tidak Memiliki Tujuan Finansial Jangka Panjang

Masih banyak anak muda hanya berpikir untuk kesenangan sesaat tanpa memikirkan kebutuhan jangka panjang. Mereka tidak memiliki rencana pensiun, tujuan finansial jangka panjang, atau strategi untuk mencapai kestabilan finansial.

Tujuan finansial diibaratkan sama dengan tujuan hidup: memberikan arah serta semangat untuk menjalani hari. Tanpa perencanaan matang, bisa jadi di usia tua mereka menghadapi kesulitan keuangan.

Kebiasaan menunda investasi atau perencanaan pensiun dengan alasan “masih muda” justru membuat kehilangan momentum untuk memanfaatkan kekuatan compounding. Bunga berbunga dari investasi jangka panjang hanya optimal jika dimulai sejak dini.

Solusi Praktis:

Tentukan tujuan finansial jangka pendek (1-2 tahun), menengah (3-5 tahun), serta jangka panjang (lebih dari 5 tahun). Tujuan bisa berupa membeli rumah, menikah, memulai bisnis, atau mempersiapkan dana pensiun.

Buat rencana konkret untuk mencapai setiap tujuan tersebut, termasuk berapa harus ditabung setiap bulan. Mulai investasi sejak dini, bahkan dengan nominal kecil, untuk memanfaatkan efek compounding pada aset di masa depan.

Mulai Perbaiki Kesalahan Keuangan dari Sekarang

Memahami tujuh kesalahan mengelola keuangan di atas adalah langkah pertama menuju kehidupan finansial lebih sehat. Ingatlah bahwa tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki kebiasaan keuangan.

Setiap orang pernah melakukan kesalahan, terpenting adalah belajar dari kesalahan tersebut serta mengambil tindakan nyata. Pengelolaan keuangan baik bukan tentang hidup pelit atau tidak menikmati hidup sama sekali.

Ini tentang membuat keputusan lebih cerdas, memprioritaskan apa benar-benar penting, membangun fondasi finansial kuat untuk masa depan. Dengan disiplin serta konsistensi, kamu bisa mencapai stabilitas finansial impian.

Mayapada Skorcard dirancang khusus untuk membantu generasi muda mengelola pengeluaran dengan lebih sistematis. Dengan sistem gamifikasi menarik, kamu bisa mendapatkan Skorpoint dari setiap transaksi untuk kemudian dikonversi menjadi KrisFlyer Miles keperluan traveling impianmu.

Fitur budget tracking serta merchant multipliers hingga 10x points di aplikasi populer seperti Grab, Gojek, Netflix, serta Google Play membuat pengelolaan keuangan menjadi lebih menyenangkan sekaligus menguntungkan.

Jangan biarkan kesalahan keuangan masa lalu menghambat impian masa depanmu. Mulai dari hal kecil: buat anggaran sederhana, sisihkan untuk tabungan, hindari pembelian impulsif, terus tingkatkan literasi keuangan. Dengan langkah konsisten hari ini, kamu sedang membangun masa depan finansial lebih cerah untuk dirimu sendiri.


FAQ tentang Kesalahan Mengelola Keuangan

Apa Kesalahan Terbesar dalam Mengelola Keuangan Anak Muda?

Kesalahan terbesar adalah tidak memiliki anggaran keuangan yang jelas serta rendahnya literasi keuangan. Berdasarkan data OJK dan BPS 2024, kelompok usia 15-17 tahun memiliki indeks literasi keuangan terendah hanya 51,70 persen, yang menyebabkan pengelolaan uang tanpa perencanaan matang.

Berapa Persen Gen Z yang Mengalami Kredit Macet?

Data OJK Juli 2024 mencatat 37,17 persen kredit macet pada layanan pinjaman online berasal dari kelompok usia 19-34 tahun yang mencakup Gen Z serta milenial. Angka ini menunjukkan pentingnya literasi keuangan di kalangan generasi muda.

Bagaimana Cara Menghindari Gaya Hidup Konsumtif?

Terapkan prinsip needs vs wants sebelum membeli sesuatu. Tunggu 24-48 jam sebelum membeli barang non-esensial untuk menghindari pembelian impulsif. Buat skala prioritas dengan menempatkan kebutuhan pokok di urutan teratas, dan ingatlah bahwa hidup sesuai kemampuan adalah bentuk kemandirian finansial.

Berapa Besar Dana Darurat yang Ideal untuk Anak Muda?

Dana darurat ideal adalah setara dengan 3-6 bulan pengeluaran bulanan. Jika masih lajang tanpa tanggungan, target 3 bulan cukup. Namun jika sudah memiliki tanggungan keluarga, targetkan 6-12 bulan pengeluaran. Mulai menyisihkan 10-15 persen dari penghasilan bulanan secara konsisten.

Bagaimana Cara Meningkatkan Literasi Keuangan?

Investasikan waktu untuk belajar melalui sumber gratis online seperti kursus, artikel, buku, dan webinar keuangan. Ikuti akun media sosial yang membahas literasi keuangan dengan cara mudah dipahami. Gunakan juga aplikasi Skorlife untuk memantau skor kredit serta kondisi finansial secara menyeluruh agar mendapatkan insight tentang reputasi keuanganmu.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *